Tugas Ujian Praktek Seni Musik


Muhammad Rafiq
XII IPA 1
No.30




Suku Dayak memiliki bermacam-macam alat musik, baik berupa alat musik petik, pukul dan tiup. Dalam kehidupan sehari-hari suku di pedalaman ini, musik juga merupakan sarana yang tidak kalah pentingnya untuk penyampaian maksud-maksud serta puja dan puji kepada yang berkuasa, baik terhadap roh-roh maupun manusia biasa. Selain itu musik alat-alat musik ini digunakan untuk mengiringi bermacam-macam tarian.
Seperti halnya dalam seni tari, pada seni musik pun mereka memiliki beberapa bentuk ritme, serta lagu-lagu tertentu untuk mengiringi suatu tarian dan upacara-upacara tertentu. Masing-masing suku memiliki kekhasannya sendiri-sendiri.


Alat Musik Suku Dayak:
Alat Musik
Keterangan
Gendang
Ada beberapa jenis Gendang yang dikenal oleh suku Dayak Tunjung:
  • Prahi
  • Gimar
  • Tuukng Tuat
  • Pampong
Genikng
Sebuah gong besar yang juga digantungkan pada sebuah standar (tempat gantungan) seperti halnya gong di Jawa.
Gong
Sama seperti gong di Jawa, dengan diameter 50-60 cm
Glunikng
Sejenis alat musik pukul yang bilah-bilahnya terbuat dari kayu ulin. Mirip alat musiksaron di Jawa.
Jatung Tutup
Gendang besar dengan ukuran panjang 3 m dan diameter 50 cm
Jatung Utang
Sejenis alat musik pukul dari kayu yang berbentuk gambang. Memiliki 12 kunci, tergantung dari atas sampai bawah dan dimainkan dengan kedua belah tangan.
Kadire
Alat musik tiup yang terbuat dari pelepah batang pisang dan memiliki 5 buah pipa bambu yang dibunyikan dengan mempermainkan udara pada rongga mulut untuk menghasilkan suara dengung.
Klentangan
Alat musik pukul yang terdiri dari enam buah gong kecil tersusun menurut nada-nada tertentu pada sebuah tempat dudukan berbentuk semacam kotak persegi panjang (rancak). Bentuk alat musik ini mirip denganbonang di Jawa. Gong-gong kecil terbuat dari logam sedangkan tempat dudukannya terbuat dari kayu.
Sampe
Sejenis gitar atau alat musik petik dengan dawai berjumlah 3 atau 4. Biasanya diberi hiasan atau ukiran khas suku Dayak.
Suliikng
Alat musik tiup yang terbuat dari bambu. Ada beberapa jenis suliikng:
  • Bangsi / Serunai
  • Suliikng Dewa
  • Kelaii
  • Tompong
Taraai
Sebuah gong kecil yang digantungkan pada sebuah standar (tempat gantungan). Alat pemukul terbuat dari kayu yang agak lunak.
Uding (Uring)
Sebuah kecapi yang terbuat dari bambu atau batang kelapa. Alat musik ini dikenal juga sebagai Genggong (Bali) atau Karinding (Jawa Barat).

sejarah bani peradilan bai umayah


 Sejarah Singkat Bani Ummayyah
Kerajaan Bani  Umayyah didirikan oleh Muawiyah bin Abu Sufyan pada tahun 41 H/661 M di Damaskus dan berlangsung hingga pada tahun 132 H/ 750 M. Muawiyah bin Abu Sufyan adalah seorang politisi handal di mana pengalaman politiknya sebagai Gubernur Syam pada zaman Khalifah Ustman bin Affan cukup mengantarkan dirinya mampu mengambil alih kekusaan dari genggaman keluarga Ali Bin Abi Thalib. Tepatnya Setelah Husein putra Ali Bin Thalib dapat dikalahkan oleh Umayyah  dalam pertempuran di Karbala. Kekuasaan dan kejayaan Dinasti Bani Umayyah mencapai puncaknya di zaman Al-Walid. Dan sesudah itu kekuasaan mereka menurun. Silsilah keturunan Muawiyah bin Abi Sufyan bin Harb bin Umayyah bin  Abdi Syamsi bin Abdi  Manaf  bertemu dengan Nabi  Muhammad SAW pada Abdi  Manaf.  Turunan Nabi dipanggil dengan keluarga Hasyim (Bani Hasyim), sedangkan keturunan Umayyah disebut dengan keluarga Umayyah (Bani Umayyah). Oleh karena itu Muawiyah dinyatakan sebagai pembangun Dinasti Umayyah.
Umayyah adalah pedagang yang besar dan kaya, yang mempunyai 10 anak laki-laki yang semuanya mempunyai kekuasaan dan kemuliaan, di antaranya Harb,  Sufyan, dan Abu Sufyan. Dan Abu Sofyanlah yang pernah menjadi pemimpin pasukan Quraisy melawan Nabi pada perang Badar Kubra. Dilihat  dari  sejarahnya,  Bani  Umayyah memang begitu kental dengan kekuasaan. Ketika terjadi Fathul  Makkah Abu Sufyan diberi  kehormatan untuk mengumumkan pengamanan Nabi SAW, yang salah  satunya adalah barang siapa masuk ke dalam rumahnya maka amanlah dia, selain masuk masjid dan rumahnya Nabi.
Hal ini berlanjut pada masa khulafah al-rasyidin, Yazid bin Abi Sufyan ditunjuk oleh Abu Bakar memimpin  tentara  Islam untuk membuka daerah Syam. Dan masa Khalifah Umar diserahi jabatan Gubernur di Damaskus. Hal yang sama dilakukan Umar adalah menyerahkan daerah Yordania kepada Muawiyah. Bahkan setelah Yazid wafat, daerah yang diserahkan kepadanya diberikan kepada Muawiyah.  Setelah Umar wafat  dan digantikan Ustman,  maka kerabatnya dari  Bani  Umayyah  (Ustman  termasuk dari  Bani Umayyah) banyak yang menguasai pos-pos penting dalam pemerintahan. Pada  masa Ustman inilah kekuatan Bani Umayyah, khususnya pada Muawiyah semakin mengakar dan menguat. Ketika dia diangkat menjadi penguasa pada wilayah tertentu dalam jangka yang panjang dan  terus-menerus. Sebelumnya dia telah menjadi Wali Damaskus selama 4 tahun, yaitu pada masa Umar, lalu Ustman menggabungkan baginya daerah Ailah sampai perbatasan Romawi dan sampai pantai laut tengah secara keseluruhan. Bahkan dia membiarkannya memerintah daerah tersebut selama 12 tahun penuh, yaitu sepanjang masa kekhilafahannya.
Kekuasaan Muawiyah pada wilayah Syam tersebut telah membuatnya mempunyai basis rasional untuk karier politiknya. Karena penduduk Syam yang diperintah Muawiyah mempunyai ketentaraan yang kokoh, terlatih dan terpilih di  garis depan dalam melawan Romawi. Mereka bersama-sama dengan bangsawan Arab dan keturunan Umayyah yang berada sepenuhnya di belakang Muawiyah dan  memasoknya dengan sumber-sumber kekuatan yang tidak habis-habisnya, baik moral, manusia maupun kekayaan.
Pada realitasnya banyak sejarawan yang memandang negatif terhadap Muawiyah, karena keberhasilannya dalam perang siffin dicapai melalui cara abitrase yang curang. Dia juga dituduh sebagai penghianat prinsip-prinsip demokrasi yang diajarkan Islam. Karena dialah yang mengubah model suksesi kepala negara dari proses demokrasi menuju sistem monarkhi. Masa pemerintahan Bani Umayyah terkenal sebagai suatu era agresif, karena banyak kebijakan politiknya yang   berrtumpu kepada usaha perluasan wilayah dan penaklukan. Hanya dalam jangka 90 tahun, banyak bangsa yang masuk kedalam kekuasaannya. Daerah-daerah itu meliputi  Spanyol, Afrika  utara, Syria, Palestina Jazirah Arab, Iraq, Persia, Afganistan, Pakistan, Uzbekistan, dan wilayah Afrika Utara sampai Spanyol. Namun demikian, Bani Umayyah banyak   berjasa  dalam  pembangunan berbagai bidang, baik politik, sosial, kebudayaan, seni, maupun ekonomi dan militer, serta teknologi komunikasi. Dalam bidang yang terakhir ini,  Muawiyah mencetak uang, mendirikan  dinas pos dan tempat-tempat tertentu dengan menyediakan kuda yang lengkap   dengan peralatannya di sepanjang jalan, beserta angkatan bersenjatanya yang kuat.
Masa keemasan Bani Umayah hanya berumur 90 tahun yaitu dimulai pada masa kekuasaan Muawiyah bin Abu Sufyan sampai masa kekuasaan Umar bin Abdul Aziz. Umar bin Abdul Aziz dilantik pada tahun 99 H / 717 M. Ia dikenal dengan kesederhanaan, keadilan dan kebijaksaannya. Selama masa pemerintahannya, Umar melakukan berbagai perbaikan dan pembangunan sarana pelayanan umum, seperti perbaikan lahan pertanian, penggalian sumur baru, penginapan bagi musafir dan lain-lain.
Terhadap pihak yang menentang Bani Umayyah, seperti golongan Khawarij dan syi’ah, Umar bersikap lunak. Mereka tidak diperangi, tetapi diajak berdikusi dan membina saling pengertian ia melancarkan dakwah Islam dengan cara bijaksana dan persuatif hingga penduduk yang belum beragama Islam masuk ke Islam, juga melindungi penduduk Mesir, Suriah dan Persia yang berstatus sebagai kaum Zimmi dengan kewajiban membayar Jizyah / pajak.
B. Basis Pemerintahan Bani Umayyah
Keberhasialan Muawiyah mendirikan Dinasti Umayyah bukan hanya akibat dari kemenangan diplomasi Siffin dan terbunuhnya Khalifah Ali, akan tetapi ia memiliki basis rasional yang solid bagi landasan pembangunan politiknya di masa depan. Adapun faktor keberhasilan tersebut adalah:
1.      Dukungan yang kuat dari rakyat Syiria dan dari keluarga Bani Umayyah.
2.      Sebagai administrator, Muawiyah mampu berbuat secara bijak dalam menempatkan para pembantunya pada jabatan-jabatan penting.
3.      Muawiyah memiliki kemampuan yang lebih sebagai negarawan sejati, bahkan mencapai tingkat (hilm) sifat tertinggi yang dimiliki oleh para pembesar Mekkah zaman dahulu, yang mana seorang manusia hilm seperti Muawiyah dapat menguasai diri secara mutlak dan mengambil keputusan-keputusan yang menentukan, meskipun ada tekanan dan intimidasi.
C. Politik dan Peradilan Bani Umayyah
Dengan meninggalnya Khalifah Ali, maka bentuk pemerintahan kekhalifahan telah berakhir, dan dilanjutkan dengan bentuk pemerintahan kerajaan (Dinasti), yakni kerajaan Bani Umayyah (Dinasti Umayyah). Daulah Bani Umayyah didirikan oleh Muawiyah bin Abi Sufyan. Muawiyah dapat menduduki kursi kekuasaan dengan berbagai cara, siasat, politik dan tipu muslihat yang licik, bukan atas pilihan kaum muslimin sebagaimana dilakukan oleh para Khalifah sebelumnya. Dengan demikian, berdirinya Daulah Bani Umayyah bukan berdasar pada musyawarah atau demokrasi. Jabatan raja menjadi turun-temurun, dan Daulah Islam berubah sifatnya menjadi Daulah yang bersifat kerajaan (monarkhi). Muawiyah tidak mentaati isi perjanjian yang telah dilakukannya dengan Hasan ibn Ali ketika ia naik tahta, yang menyebutkan bahwa persoalan pergantian pemimpin setelah Muawiyah akan diserahkan kepada pemilihan ummat Islam. Hal ini terjadi ketika Muawiyah mewajibkan seluruh rakyatnya untuk menyatakan setia terhadap anaknya, Yazid. Sejak saat itu suksesi kepemimpinan secara turun-temurun.
Walaupun Muawiyah mengubah sistem pemerintahan dari musyawarah menjadi monarkhi, namun Dinasti ini tetap memakai gelar Khalifah. Namun ia memberikan interpretasi baru untuk mengagungkan jabatan tersebut. Dia menyebutnya ‘Khalifah Allah” dalam pengertian “penguasa” yang diangkat Allah dalam memimpin umat dengan mengaitkannya kepada al Qur’an.
"Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada malaikat, "sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi". …." (2:30)
Atas dasar ini Dinasti menyatakan bahwa keputusan-keputusan Khalifah berdasarkan atas kehendak Allah, siapa yang menentangnya adalah kafir.
Dengan kata lain pemerintahan Dinasti Bani Umayyah bercorak teokratis, yaitu penguasa yang harus ditaati semata-mata karena iman. Seseorang selama menjadi mukmin tidak boleh melawan khalifahnya, sekalipun ia beranggapan bahwa Khalifah adalah seseorang yang memusuhi agama Allah dan tindakan-tindakan Khalifah tidak sesuai dengan hukum-hukum syariat. Dengan demikian, meskipun pemimpin Dinasti ini menyatakan sebagai Khalifah akan tetapi dalam prakteknya memimpin ummat Islam sama sekali berbeda dengan Khalifah yang empat sebelumnya, setelah Rasulullah.
Disamping usaha tersebut, daulah Bani Umayyah memberikan hak dan perlindungan kepada warga negara yang berada dibawah pengawasan dan kekuasaannya. Masyarakat mempunyai hak untuk mendapatkan perlindungan hukum dan kesewenangan. Oleh karena itu, Daulah ini membentuk lembaga kehakiman. Lembaga kehakiman ini dikepalai oleh seorang ketua Hakim (Qathil Qudhah). Seorang hakim (Qadli) memutuskan perkara dengan ijtihadnya. Para hakim menggali hukum berdasarkan Al-Qur’an dan sunnah Nabi.
Disamping itu, kehakiman ini belum terpengaruh atau dipengaruhi politik, sehingga para hakim dengan kekuasaan penuh berhak memutuskan suatu perkara tanpa mendapat tekanan atau pengaruh suatu golongan politik tertentu. Dalam sejarah dunia peradilan Islam terutama pada masa dinasti umayyah ada tiga kekusaan kehakiman yang dikenal, yaitu :
1. Wilayat Al-Qadla'
Al-Qadla’ berasal dari kata qadla-yaqdli-qadla’an, yang berarti menentukan, memutuskan, memerintahkan sesuatu. Kata al-qadla’ merupakan kata musytarak, memiliki banyak makna. Sekalipun secara bahasa kata al-qadha’ memiliki banyak makna, secara tradisi ia akhirnya lebih difokuskan pada makna yang berkaitan dengan praktek dan putusan peradilan. Syariat pun memutlakkan istilah al-qadla’ dalam masalah praktek dan putusan peradilan.
Para ulama memberikan beberapa definisi al-qadla dalam pengertian syar’i ini. Menurut Al-Khathib asy-Syarbini, al-qadla’ adalah penyelesaian perselisihan di antara dua orang atau lebih dengan hukum Allah SWT. Dalam Fath al-Qadir al-qadla’ diartikan sebagai al-ilzâm (pengharusan). dalam Bahr al-Muhith diartikan sebagai penyelesaian perselisihan dan pemutusan persengketaan. Sedangkan dalam Bada’i’ ash-Shana’i’ diartikan sebagai penetapan hukum di antara manusia dengan haq (benar).
Wilayat ini mengadili perkara-perkara perdata (termasuk didalamnya hukum keluarga) dan pengadilan pidana (jinayat). Selain perkara perdata dan pidana, wilayat ini juga mendapat tambahan wewenang yang dalam pelaksanaannya tidak untuk menyelesaikan perkara. Misalnya menikahkan wanita yang tidak punya wali, pengawasan baital-mal dan lain-lain. Orang yang menyelesaikan perkara dalam wilayat ini disebut qadli hakim. Misalnya Qadli Syureih yang pernah memangku jabatan ini dalam dua periode yaitu pada penghujung pemerintahan Khulafaurrasyidin dan awal pemerinthan Bani Umayyah.

Dasar Walayah al Qadla’
Karena al Qadla’ merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari ajaran Islam itu sendiri, maka prinsip-prinsip keadilan dalam Islamlah yang dijadikan sebagai landasan pokok pelaksanaannya, sebagimana yang dinyatakan dalam Al Qur’an surat An Nisa’:135,
Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum kerabatmu. jika ia Kaya ataupun miskin, Maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. dan jika kamu memutar balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, Maka Sesungguhnya Allah adalah Maha mengetahui segala apa yang kamu kerjakan.”

Islam Gaul


Hidup Mulia Bersama Islam

Posted in Buletin GAUL Islam,Tahun IV/2010-2011 by Hasna Hawwa on the June 13th, 2011
 gaulislam edisi 190/tahun ke-4 (11 Rajab 1432 H/ 13 Juni 2011)

Apa yang terbayang di benak kamu begitu disodorin kata ‘pedalaman’? Kalo gue sih kebayangnya: Suatu wilayah yang jauh dari kecanggihan teknologi, jauh dari kesejahteraan, dan para penduduknya yang–maaf- masih udik dan primitif, berpakaian pun ala kadarnya. Ada yang rumahnya di pesisir pantai, juga di tengah hutan.
Waduh, kita yang terbiasa belanja di minimarket, nongkrongin angkringan gorengan atau warteg, apalagi yang demen maennya di mal pastinya bakal bingung kalo terdampar di pedalaman kayak gitu. Pastilah bingung karena terbiasa dengan kemudahan fasilitas yang ada di kota. Nah kalo di pedalaman kadang sinyal hp pun ‘kejap ade, kejap tak ade’ (maksudnya timbul tenggelam gitu) bahkan ada yang tenggelam sama sekali! Jangankan mau online, sms-an aja kudu ke kota dulu kali. Lah emang ada listri? Haduh, help help S.O.S deh!

Tragis!
Kalo mikir nasib kita yang terdampar di pedalaman sih nggak abis-abis, Bro n Sis! Tapi coba deh pikirin gimana dengan sodara-sodara kita yang tersebar di pedalaman Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Papua? *mikir mode on*.  Sudahlah mereka tinggal di pedalaman, tapi apakah mereka udah dipenuhi kesejahteraannya oleh yang mimpin nih negara? Mereka bertahan dengan ‘pakaian adat’ yang alakadarnya dan ini dipertahankan buat melestarikan kebudayaan juga ningkatin pendapatan negara dalam hal pariwisata. (more…)

Nasihat untuk Waria

Posted in Buletin GAUL Islam,Tahun IV/2010-2011 by sholihin on the June 6th, 2011
 gaulislam edisi 189/tahun ke-4 (4 Rajab 1432 H/ 6 Juni 2011)

Sobat muda muslim, selama ini waria alias wadam alias banci emang amat akrab dengan dunia malam dan pinggiran jalan. Berbaur dengan para penjaja cinta dan hawa nafsu di keremangan malam dan temaram lampu jalanan. Biasanya begitu ada petugas tramtib, mereka larinya paling kenceng. Maklum, secara fisik mereka memang laki-laki. Tetapi kini para waria berani tampil beda. Ada yang pernah mencalonkan dirinya jadi anggota legislatif daerah, ada yang berani menulis buku menyuarakan pendapatnya memilih jadi waria, di televisi makin banyak orang yang memerankan (atau memang sudah?) jadi waria, ada penyelenggaraan khusus untuk kontes waria seperti gelaran Miss Waria, bahkan ada yang nekat akan menikah sesama waria. Wah, gimana jadinya ya kalo pria nikah dengan pria lagi? Ada-ada saja! Padahal manusia kan berkembang biak secara generatif, bukan vegetatif alias bertunas kayak pohon pisang atau membelah diri kayak molusca. Tul nggak?
Menurut Guru Besar Psikologi UGM Prof Dr Koentjoro, ketika ditanya alasan orang yang menjadi waria, hal itu bisa diakibatkan bila peran ibu dalam mengasuh anaknya lebih besar dan memperlakukan anak laki-laki layaknya perempuan. Mungkin dalam kehidupan keluarga mayoritas perempuan sehingga jiwa yang terbentuk adalah jiwa perempuan(www.jawapos.com, 08/06/2005)
Beliau juga menjelaskan bahwa, kecenderungan menjadi waria lebih diakibatkan oleh salah asuh atau pengaruh lingkungan sekitarnya. Bukan penyakit turunan atau karena urusan genetik. Ini pun diakui oleh Merlyn Sopjan—waria, penulis buku Jangan Lihat Kelaminku (Republika, 29/10/2004) (more…)

Bukan Islam KTP

Posted in Buletin GAUL Islam,Tahun IV/2010-2011 by sholihin on the May 30th, 2011
gaulislam edisi 188/tahun ke-4 (26 Jumadil Akhir 1432 H/ 30 Mei 2011)


 
Jadi inget judul sinetron ya pas kamu baca judul gaulislam edisi pekan ini? Kalo yang ngikutin ceritanya mesti tahu dan hapal banget deh. Nah, di gaulislam pekan ke-188 ini sengaja membahas tema ini juga, tetapi bukan ngomongin filmnya. Kita ngobrolin tentang diri kita yang baru berislam sebatas tercantum di kolom agama dalam KTP kita. So, di buletin ini kita bahas bahwa seorang muslim yang keren dan hebat itu bukan menganggap Islam cuma nyangkut di KTP-nya doang. Tetapi memang harus dipraktikkan dalam kehidupan nyata, dalam kesehariannya. Dia juga percaya diri sebagai muslim. Setuju kan?

Bro en Sis, saya prihatin banget dengan kondisi remaja muslim saat ini. Sumpah! Kok ada ya remaja yang masih merasa minder jadi muslim? Kebangetan deh jaman kiwari masih beredar remaja yang nggak pede alias nggak percaya diri jadi seorang muslim. Padahal, identitas kemusliman kita bakalan jadi ukuran. Apalagi di tengah arus deras informasi dan perang opini yang kerap bikin kita ‘pusing-mual-mencret’ kalo dapet sebutan muslim radikal atau fundamentalis. Cuma orang yang rasa percaya dirinya tinggi dan keimanannya mantap aja yang bakalan tahan bantingan. Insya Allah.
Bro en Sis, ketika kita memiliki rasa percaya diri, kita tahu apa yang kudu kita lakukan. Kita bisa ngukur diri. Itu sebabnya, orang yang percaya dengan kemampuan dirinya, biasanya bakalan rileks en tanpa beban dalam berbuat. Ini, tidak saja membawa hasil maksimal, tapi juga antistres. Nggak percaya? Silakan dicoba. So, jadi muslim kudu pede!
Yup, rasa percaya diri emang kudu ditumbuh-kembangkan dalam diri kita. Kita rawat, kita bersihkan, kita poles dengan apik, dan kita sirami agar terus bersemi. Kita rawat dengan terus mengasah kemampuan yang kita miliki. Kita bersihkan segala yang kita anggap menghalangi semangat hidup kita. Kita pun rajin mengobati dan ‘membunuh’ rasa malas yang bersemayam di hati kita agar berubah jadi energi positif yang akan menggerakkan turbin di hati untuk terus memproduksi ketekunan dan kekuatan untuk hidup. Jangan lupa, kita juga menyirami relung hati dan akal kita dengan asupan ‘gizi’ tentang keyakinan akan masa depan. Terus disirami agar senantiasa tumbuh subur. Sehingga kita berani bilang, “Jangan pernah menatap masa depan dengan mata penuh ketakutan”. Bisa kan? (more…)

Cewek ‘Hitam-Putih’

Posted in Buletin GAUL Islam,Tahun IV/2010-2011 by sholihin on the May 23rd, 2011
 gaulislam edisi 187/tahun ke-4 (19 Jumadil Akhir 1432 H/ 23 Mei 2011)

Sobat muslim, makhluk Alloh Ta’ala bernama cewek sering-kali diidentikkan dengan peri-laku yang manis. Makhluk yang lembut, ngemong, care, bisa ngatur keuangan, teliti, rapi, sabar, penuh perhitungan dan lain-lain dan sebagainya. Tapi, ternyata kalau merhatiin fakta sekarang kayaknya makin jarang aja tuh nemuin cewek yang kayak gitu.
Bener. Dilihat dari berita yang seliweran di berbagai media, baik cetak maupun elektronik, bahkan dari yang saya lihat dan dengar langsung makin sering didapetin kenyataan banyak cewek yang makin jauh dari kontrol agamanya (baca: Islam). Dari sekadar yang “remeh” sampai yang kelas berat kalau nggak mau dibilang sadis. Sekadar contoh aja nih ya, cewek-cewek yang ngomongnya asal ngejeplak nggak pake mikir makin gampang ditemuin. Lisannya nggak kekontrol. Seluruh isi kebun binatang sering banget jadi kosa kata yang enteng-enteng aja diucapin. Duh…duh…
Fakta yang lainnya yang sempet bikin saya kaget adalah makin seringnya saya jumpai cewek-cewek remaja yang merokok, di foodcourt atau bahkan di angkot. Saya pernah pergi ke sebuah obyek wisata di Jakarta Selatan beberapa waktu lalu untuk keperluan pembuatan film dokumenter, saya jumpai banyak remaja berseragam putih abu-abu yang lagi asyik santai-santai di pinggir danau. Beberapa di antaranya asyik ketawa-ketiwi sambil asyik ngerokok. Weleh! Weleh!(more…)

Korban Iklan

Posted in Buletin GAUL Islam,Tahun IV/2010-2011 by sholihin on the May 16th, 2011
 gaulislam edisi 186/tahun ke-4 (12 Jumadil Akhir 1432 H/ 16 Mei 2011)
Ayu memandang lama ke arah kaca, ia terkejut sekali mendapati jerawat bermunculan di wajahnya. Sebenarnya, hal ini lumrah-lumrah saja, toh usia Ayu kan masih tujuh belas tahun, ketidakseimbangan hormon yang berefek timbulnya jerawat masih terjadi dalam tubuhnya. Meskipun begitu, bagi Ayu, hal ini tidak dapat didiamkan.Tak ada maaf untuk jerawat yang bertebaran di pipinya! Ayu putar otak, apa ya yang harus ia lakukan untuk menyingkirkan musuh kecantikannya ini?
Ia ambil laptopnya, diketikkannya sebaris kata kunci “jual obat jerawat” di kolom pencarian search engine terbaik sejagad, Google, dan muncullah sederet tautan ke online shop yang menjajakan berbagai merek obat jerawat. Harga obat jerawat berbagai merek itupun beragam, mulai dari Rp. 30.000,- sampai ratusan ribu rupiah. Ayu bingung harus pilih yang mana, jadi ia putuskan untuk minta rekomendasi Eka, sahabatnya yang tajir dan berkulit licin bak berlapis lilin itu. Pasti Eka lebih tahu!
Saat ia tanyakan obat jerawat apa yang sebaiknya ia pakai, Eka justru menjawab, “Aduh, jangan pakai sembarang obat deh Yu, ikut aku aja ke klinik kecantikan di Mal XX. Tuh mumpung lagi ada promo 50% off. Cuma berlaku sampai akhir bulan lho, kapan lagi kita bisa perawatan di klinik mahal dengan biaya semurah itu.” (more…)

Muslim Brotherhood

Posted in Buletin GAUL Islam,Tahun IV/2010-2011 by Amira Mehnaaz on the May 9th, 2011
 gaulislam edisi 185/tahun ke-4 (5 Jumadil Akhir 1432 H/ 9 Mei 2011)
Sobat muda muslim, udah lama kayaknya gue absen nulis buat gaulislam gara-gara nggak ada uang lebih buat ke warnet (merana banget kesannya gue nih). But, kebetulan  sekarang ini teman gue kerjanya jaga warnet dekat rumah gue, jadi gue bisa numpang internetan gratis deh. Sekarang gue jadi bisa nulis lagi buat gaulislam tanpa perlu khawatir sama kantong yang bakal kekuras karena billing warnet. Hehehe. Sori nih, tukang nyari gratisan soalnya gue. Harap maklum.
Gue dapet tugas nulis tentang persaudaraan sesama umat Islam, baik yang ada di tanah air kita yang ‘tercinta’ ini, di negara lain dan antar negara tentunya.
Kalo temen-temen sering pantengin tipi nih, pasti temen-temen masih menyimpan memori kasus Ahmadiyah, yang ajarannya super menyimpang dari Islam. Istilah kata, Ahmadiyah itu udah mah sesat, juga menyesatkan. Jika Islam dinistakan oleh suatu kelompok (macam Ahmadiyah ini), maka umat Islam di seluruh pelosok negeri akan bersatu untuk membela Islam, tanpa memandang lagi dia yang pake sarung atau pake celana (sebenarnya yang pake sarung dalemannya pake celana juga lho). Hehehe bingung ya dengan tulisan gue? Sama. Gue juga bingung. Lha? Halah, lebay deh gue!
Kalo kamu mau merhatiin, dalam kasus ini persaudaraan umat Islam di negara kita menjadi sangat erat dan bersatu. Seolah telah melupakan segala perbedaan yang ada. Entah itu perbedaan guru, madzhab, suku dan lainnya. Semua sekat perbedaan itu hilang, yang ada dalam benak kaum muslimin adalah bagaimana umat Islam bersatu untuk membela agama Islam. Mungkin itu salah satu contoh kecil tentang persaudaraan umat Islam di Indonesia. (more…)

Pendidikan yang Mendidik

Posted in Buletin GAUL Islam,Tahun IV/2010-2011 by Hasna Hawwa on the May 2nd, 2011
 gaulislam edisi 184/tahun ke-4 (28 Jumadil Awwal 1432 H/ 2 Mei 2011)

Sebenarnya tulisan ini termasuk dadakan lho. Baru ditulis hari Kamis, pas saya ikut nganterin buletin gaulislam edisi cetak ke sekolah-sekolah di Bogor. Padahal ada tulisan yang sudah dijadwalkan siap diedit, tapi sementara digeser ke pekan depan aja tulisan yang rencananya pekan ini dimuat ya. Jadi, harap dipersori ya buat Utha, yang udah saya tugaskan nulis. Hehehe… kalem Bro, insya Allah pekan depan dimuatnya.
Sobat muda muslim, kalo kamu coba ngikutin perkembangan saat ini, ternyata masih banyak lho pendidikan yang justru nggak mendidik. Banyak faktor yang menjadikannya seperti itu. Mulai dari bahan bakunya, alias siswanya yang belajar. Banyak kok siswa yang belajar di sekolah sebenarnya mereka nggak siap dididik. Tetapi sebaliknya, siap kalo nggak dididik. Hehehe… buktinya, kalo sekolah seringnya bolos. Jika guru mata pelajaran tertentu nggak hadir, langsung nyanyi sorak-sorak bergembira. Merdeka! Ayo ngaku! Saya nggak nuduh, lho. Heheh.. kalem Bro.
Bro en Sis, emang sih nggak semua sekolah siswanya malas belajar. Tetapi jika mau disurvei serius, sepertinya nggak sedikit yang menjadikan sekolah sebagai ajang kebanggaan di luar prestasi akademik. Misalnya, sekolah cuma jadi ajang cari teman, bikin gank, adu pamer harta, termasuk di dalamnya menyalurkan hobi pacaran (Gila! Pacaran dibilang hobi, emangnya mancing!). Untuk siswa jenis begini, prestasi akademik bukan lagi persoalan yang kudu dikejar mati-matian. Dapet nilai minimal udah bisa lulus juga alhamdulillah kali. Sebab, belajar kan sekadar efek samping. Gubrak!(more…)

Setelah UN, Mau Ngapain?

Posted in Buletin GAUL Islam,Tahun IV/2010-2011 by sholihin on the April 25th, 2011
 gaulislam edisi 183/tahun ke-4 (21 Jumadil Awwal 1432 H/ 25 April 2011)
Alhamdulillah, buat kamu yang duduk di kelas 3 (atau kelas 12) SMA/SMK/MA, akhirnya selesai juga hajatan UN alias Ujian Nasional. Semoga hasilnya memuaskan ya, dan tentu saja kamu bisa lulus. Insya Allah. Gimana, ternyata cuma gitu-gitu aja ya? Hehehe… seperti biasa, soalnya sih gampang. Iya kan? Tetapi yang nggak gampang adalah menjawabnya. Gubrak! Sori, bukan mo ngeledekin, tapi faktanya emang gitu kan? Meski demikian, bagi kamu yang udah berusaha untuk rajin belajar dan tak kenal lelah untuk mengerjakan soal-soal latihan insya Allah mudah ya menjawab soal-soal UN kemarin.
Bro en Sis, semoga masa belajar yang kamu tempuh sejak SD hingga lulus SMA, berarti 12 tahun ya, cukup untuk menjadi bekal mengarungi kehidupan. Bagi kamu yang masih belum puas belajar, kuliah adalah pilihan tepat. Apalagi jika biayanya memang udah disiapin sama ortumu. Ambil kesempatan itu dan gunakan sebaik-baiknya. Tetapi bagi kamu yang kebetulan udah mentok, baik dari segi biaya maupun kemampuan akademik, jangan putus asa. Kesempatan kamu masih terbuka lebar untuk mengembangkan kemampuan.
Insya Allah bagi yang belajar di sekolah kejuruan nggak terlalu khawatir, karena bisa langsung bekerja di sektor industri sesuai keahlian yang dimiliki, tetapi bagi kamu yang lulusan SMA/MA agak sedikit berat. Meski tentu tetap harus semangat. Beratnya kenapa? Ya, karena dari segi keahlian tidak spesifik seperti kawan-kawan di sekolah kejuruan. Artinya, daya saing di sektor industri agak berat. Tetapi, tetap percaya diri saja. Insya Allah masih ada jalan untuk memperbaiki kualitas diri sehingga bisa tetap mendapat peluang untuk mengais rejeki, selama kamu terus mau belajar. Banyak kok, orang yang bisa survive meski tak memiliki selembar ijasah SMA karena SMP pun tak lulus. Bahkan keahliannya bisa diadu dengan mereka yang makan bangku kuliahan. Bener lho. Selalu ada jalan bagi orang yang mau berusaha. Insya Allah.(more…)

Ngaku Muslim Kok Liberal?

Posted in Buletin GAUL Islam,Tahun IV/2010-2011 by Farah Zuhra on the April 18th, 2011
 gaulislam edisi 182/tahun ke-4 (14 Jumadil Awwal 1432 H/ 18 April 2011)
Sebagai muslim, sudah sepantasnya berpikiran, berperasaan, berperilaku yang mencirikan pribadi seorang muslim. Lagian, ngapain juga ada definisi dan istilah berbeda jika ciri-cirinya sama pada semua hal yang sudah dibedakan. Maka, ketika ada istilah muslim (termasuk mukmin), fasik, munafik, dan bahkan musyrik dan kafir, jelas ada maksudnya. Nggak bisa disama-samain bahwa semua itu benar atau semua salah. Kalo gitu nggak usah ada definisi aja. Betul?
Coba, apa yang mendasari bahwa kamu bisa membedakan antara harimau, beruang, burung, anjing, kucing, dan gajah? Bisa karena bentuknya, bisa karena perilakunya, bisa karena sifatnya dan sejenisnyalah sehingga hewan-hewan tersebut diberikan nama berbeda karena perilaku dan karakternya berbeda. Lalu, jika ada yang bilang bahwa harimau dan gajah sama aja, baik perilaku dan karakternya, kira-kira apa yang akan kamu lakukan kepada orang yang nyampein pernyataan seperti ini?
Aneh! Mungkin istilah ini bisa jadi salah satu yang kamu lontarkan menyikapi pendapat orang tersebut. Tetapi akan lain kalo ada orang yang bilang bahwa baik gajah maupun harimau dan hewan lainnya meskipun berbeda-beda bentuk dan karakter, tetap saja nggak memiliki akal. Ini baru pernyataan yang benar. Tetapi sayangnya kita tidak sedang ngobrolin hal itu. (more…)

Belajar dari Jepang

Posted in Buletin GAUL Islam,Tahun IV/2010-2011 by Leila Amra on the April 11th, 2011
 gaulislam edisi 181/tahun ke-4 (7 Jumadil Awwal 1432 H/ 11 April 2011)
Pertama kali nyaksiin tayangan berita gempa di Jepang, betapa kagetnya gue. Selain karena kedahsyatan bencana tersebut, juga karena bagusnya rekaman yang bisa diperoleh bahkan hanya dalam kurun waktu beberapa saat setelah kejadian. Melihat reportase di televisi mengenai kejadian tersebut gue hanya bisa tertegun membayangkan bagaimana dahsyatnya bencana tersebut. Belum juga bencana bisa ditangani bencana susulan sudah menyapa, reaktor nuklir Fukushima yang terkena gempa ternyata mengalami kerusakan dan kebocoran, sehingga memancarkan radiasi berbahaya bagi masyarakat yang tinggal di sekitar reaktor tersebut.
Bencana selalu menarik untuk dikupas, karena selain menyajikan banyak sisi untuk diambil pelajaran juga memberikan banyak hal baru yang sebelumnya nggak pernah kepikiran sama kita. Tragedi gempa di Jepang, kalo kita perhatiin bener bukan gempa yang paling parah bikin kerusakan, tapi tsunami. Di Jepang, bangunan emang udah didesain untuk tahan gempa, masyarakatnya juga udah terbiasa dengan gempa, jadi bagi mereka gempa bukan hal baru lagi, tapi tsunami beda ceritanya. Manusia yang 90 persen badannya berisi air pun nggak bisa bertahan dengan tsunami yang jelas banget air juga. Bangunan yang didesain tahan untuk ngelawan gempa, ternyata nggak bisa ngelawan dahsyatnya tsunami.
Bencana tidak berhenti sampai di sini saja, Jepang yang terkenal sebagai bangsa Asia yang majupun ternyata membuat kesalahan fatal (kalo tidak disebut sebagai kebodohan), yaitu dengan mendirikan reaktor nuklir di atas tanah yang labil. Tapi apa bener kalo mereka tidak memperhitungkan sama sekali risikonya? Ternyata tidak, yuk kita bahas deh. (more…)

powered by Blogger | WordPress by Newwpthemes | Converted by BloggerTheme | Blogger Templates | Best Credit Card Offers